Rabu, 31 Oktober 2012

Budaya Kerja


Budaya Kerja

1.      Pengertian Budaya Kerja
Menurut kamus Webster, budaya adalah ide, adat, keahlian, seni, dan lain-lain yang diberikan oleh manusia dalam waktu tertentu. Budaya menyangkut moral, sosial, norma-norma perilaku yang mendasarkan pada kepercayaan, kemampuan dan prioritas anggota organisasi.

Budaya kerja merupakan sistem nilai, persepsi, perilaku dan keyakinan yang dianut oleh tiap individu karyawan dan kelompok karyawan tentang makna kerja dan refleksinya dalam kegiatan mencapai tujuan organsiasi dan individual.
 Budaya kerja penting dikembangkan karena dampak positifnya terhadap pencapaian perubahan berkelanjutan ditempat kerja termasuk peningkatan produktivitas ( kinerja ).
Budaya kerja diturunkan dari budaya organisasi. Budaya Organisasi itu sendiri merupakan  sistem nilai yang mengandung cita-cita organisasi sebagai sistem internal dan sistem eksternal sosial. Hal itu tercermin dari isi visi, misi, dan tujuan organisasi. Dengan kata lain, seharusnya setiap organisasi memiliki identitas budaya tertentu dalam organisasinya. Dalam perusahaan dikenal sebagai budaya korporat dimana didalamnya terdapat budaya kerja.
Kekuatan yang paling kuat mempengaruhi budaya kerja adalah kepercayaan dan juga sikap para pegawai. Budaya kerja dapat positif, namun dapat juga negatif. Budaya kerja yang bersifat positif dapat meningkatkan produktifitas kerja, sebaliknya yang bersifat negatif akan merintangi perilaku, menghambat efektivitas perorangan maupun kelompok dalam organisasi.
Aktualisasi budaya kerja produktif sebagai ukuran sistem nilai mengandung komponen-komponen yang dimiliki seorang karyawan, yakni :
1.      Pemahaman substansi dsar tentang makna bekerja
2.      Sikap terhadap pekrjaan dan lingkungan pekerjaan
3.      Perilaku ketika bekerja
4.      Etos Kerja
5.      Sikap terhadap waktu
6.      Cara atau alat yang digunakan untuk bekerja.
Semakin  positif nilai komponen-komponen budaya tersebut dimiliki oleh seseorang karyawan, maka akan semakin tinggi kinerjanya. Ceteris paribus. Agar budaya kerja dapat tumbuh berkembang dengan subur dikalangan karyawan dan staf, maka dibutuhkan pendekatan-pendekatan melalui tindakan manajemen puncak dan proses sosialisasi
1.      Tindakan manajemen puncak
a.       Apa yang dikatakan manajemen puncak akan menjadi panutan.
b.    Bagaimana manajemen puncak berperilaku akan menunjukkan karyawan bersikap dalam berkomunikasi dan berprestasi untuk mencapai standar kerja perusahaan.
c. Bagaimana manajemen puncak menegakkan norma-norma kerja akan menumbuhkan integritas dan komitmen karyawan yang tinggi.
d.    Imbalan dan hukuman yang diberikan manajemen puncak akan memacu karyawan untuk meningkatkan semangat dan disiplin kerja.
2.      Proses Sosialsiasi
Proses sosialisasi dilakukan dalam bentuk advokasi bagi karyawan baru untuk penyesuaian diri dengan budaya organisasi. Sosialisasi dilakukan ketika mereka sedang dalam tahap penyeleksian atau pra tanda tangan.
Tiap calon karyawan mengikuti pembelajaran sebelum diterima. Setelah diterima para karyawan baru melihat kondisi organisasi sebenarnya dan menganalisis harapan-kenyataan, antara lain lewat proses orientasi kerja. Pada tahap ini para karyawan berada dalam tahap “perjuangan” untuk menentukan keputusan apakah sudah siap menjadi anggota sistem sosial perusahaan, ragu-ragu ataukah mengundurkan diri.
Ketika karyawan sudah memutuskan untuk terus bekrja, namun prsoes perubahan relatif masih membutuhkan waktu yang lama, maka tiap karyawan perlu difalisitasi dengan pelatihan dan pengembangan diri secara terencana.
Dalam hal ini, karyawan harus membuktikan kemampuan diri dalam penguasaan ketrampilan kerja yang disesuaikan dengan peran dan nilai serta norma yang berlaku dalam kelompok kerjanya sampai mencapai tahap metamorfosis.
Secara keseluruhan keberhasilan proses sosialisasi akan sampai pada tahap internalisasi yang diukur dari (1) Produktivitas Kerja, (2) Komitmen pada tujuan organisasi, dan (3)  Kbesamaan dalam organisasi
Jadi budaya kerja yang dibentuk dari budaya organisasi akan berdampak pada kinerja dan produktivitas. Hal ini tercermin dari sikap karyawan dalam memandang pekerjaannya, sikap dalam bekerja, etos kerja, dan pemanfaatan waktu dalam bekerja.
Agar dapat terlaksana dengan baik, harus ada langkah-langkah yang harus diambil dari pihak manajemen dan proses sosialisasi, sehingga budaya kerja yang ada dapat terinternalisasi dalam setiap kegiatan pekerjaan sehari-hari.

2.       Faktor – faktor yang mempengaruhi Budaya Kerja
Menurut pendapat para ahli, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi budaya kerja adalah sebagai berikut :
1.      Perilaku pemimpin
Tindakan nyata dari seorang pemimpin biasanya akan menjadi cermin penting bagi para pegawai.
2.      Seleksi para pekerja
Dengan menempatkan pegawai yang tepat dalam kedudukan yang tepat, akan menumbuhkembangkan rasa memiliki dari para pegawai.
3.      Budaya Organisasi
Setiap organisasi memiliki budaya kerja yang dibangun sejak lama.
4.      Budaya Luar
Didalam suatu organisasi, budaya dapat dikatakan lebih dipengaruhi oleh komunitas budaya luar yang mengelilinginya.
5.      Menyusun misi perusahaan dengan jelas
Dengan memahami misi organisasi secara jelas maka akan diketahui secara utuh dan jelas sesuatu pekejaan yang seharusnya dilakukan oleh para pegawai.
6.      Mengedepankan misi perusahaan
Jika tujuan suatu organisasi sudah ditetapkan, setiap pemimpin harus dapat memastikan bahwa misi tersebut harus berjalan.
7.      Keteladanan pemimpin
Pemimpin harus dapat memberi contoh budaya semangat kerja kepada para bawahannya
8.      Proses pembelajaran.
Pembelajaran pegawai harus tetap berlanjut. Untuk menghasilkan budaya kerja yang sesuai, para pegawai membutuhkan pengembangan keahlian dan pengetahuan.
9.      Motivasi
Pekerja membutuhkan dorongan untuk turut memecahkan masalah organisasi lebih inovatif.
Dengan demikian pemimpin dapat mengembangkan budaya kerja yang adil melalui peningkatan daya pikir pegawai dalam memecahkan masalah ayng ada secara efektif dan efisien.
Selanjutnya yang dimaksud budaya kerja dalam penelitian ini adalah kondisi dan iklim kerja yang diciptakan oleh pimpinan dan diberlakukan dalam organisasi untuk dijadikan pedoman sikap dan perilaku pegawai dalam melaksanakan tugas.
Jadi dalam rangka mengaktualisasikan budaya kerja sebagai ukuran sistem nilai dalam bekrja yang pertama kali harus diupayakan adalah penanaman dalam sikap mental karyawan yang meliputi pemahaman dan pelaksanaan dalam sikap dan pelaksanaan pekerjaannya sehari-hari.
Selain itu perilaku pemimpin merupakan faktor yang mempengaruhi pelaksanaan budaya kerja dalam suatu organisasi. Dalam hal ini diperlukan keteladanan sikap untuk dapat dijadikan contoh dan panutan oleh semua karyawan, juga kebijakan dalam menentukan arah, tujuan serta visi dan misi suatu organisasi yang akan juga dijadikan landasan dalam pelaksanaan budaya kerja.

Budaya Kerja Rumah sakit
Budaya Melayani
ž  Sesuai dengan perkembangan baaru dalam Paradigma pelayanan, budaya kerja rumah sakit yang positif adalah budaya kerja melayani, caranya adalah dengan contoh membiasakan arah orientasi tindakan dan sikap serta perilaku kepada kepentingan orang lain yang dilayani, bukan kepentingan sendiri.
ž  Namun, apabila orientasi tindakan ke arah kepentingan diri sendiri akan bertentangan dengan "Budaya Kerja Melayani" tersebut diatas. contoh tindakan budaya negatif adalah karyawan rumah sakit yang suka membolos atau terlambat daytang kemudian perawat yang kurang perhatian terhadap pasien orang miskin, dan dokter menyuruh pasien membeli obat atau alat di Apotik tertentu.

Budaya Mutu
ž  Peningkatan mutu lebih menjadi prioritas dibandingkan profit, walau harus tetap seimbang.
ž  Seiring peningkatan mutu akan diperoleh peningkatan penghaasilan.
Sumber : http://mmunsoed27.files.wordpress.com

Budaya Kerja dalam Perkantoran
PEMAHANAN WAWASAN BUDAYA DALAM DOMAIN PERKANTORAN
Meskipun kantor-kantor di Indonesia sudah banyak ditingkatkan kualitasnya menuju modernisasi, efisiensi dan efektivitas, kebanyakan masih menggunakn pola budaya kerja yang konvensional. Kantor pada umumnya mempunyai staf yang banyak jumlahnya, dan pekerjan masih dilakukan secara manual karena belum semuanya mengenal dan menguasai teknologi informasi. Administrasi bersifat hirarkikal dan tersegmentasi. Pekerjaan dilakukan dalam irama santai, sesuai dengan istilah “alon-alon asal kelakon” (bahasa Jawa), yang dapat diterjemahkan menjadi “biar lambat asal selamat” (bahasa Indonesia). Karena itu kecuali pada kantor-kantor yang telah menerapkan manajemen berkualitas, pada umumnya layanan perkantoran berjalan lamban. Orang biasanya harus sabar menunggu petugas yang khusus diberi tugas tertentu, dan urusan tidak selalu tuntas pada satu saat.
Pegawai administrasi tingkat menengah ke bawah pada umumnya bergaji relatif rendah, sehingga mereka harus pandai-pandai mengatur atau menambah pendapatan dengan berbagai cara, supaya keperluan keluarga bisa tercukupi. Karena itu, pada saat pegawai harus bekerja di kantor, adakalanya mereka datang terlambat atau keluar kantor untuk berbagai keperluan lain, misalnya makan pagi, melakukan kegiatan ekonomi seperti bertransaksi bisnis, atau melakukan kegiatan antar-jemput anaknya yang bersekolah.
Dalam budaya Jawa dikenal pula istilah “guyub rukun”, yang menunjukkan bahwa masyarakat Jawa gemar melakukan kegiatan sosial dan bercengkerama untuk menunjukkan keakraban mereka sebagai bagian dari pola hidup masyarakat. Hal ini juga berdampak pada kondisi kerja di kantor. Karena jumlah pegawai cukup banyak, mereka lazim bersosialisasi dan bercakap-cakap satu dengan yang lain, atau membaca koran di kantor pada saat jam kantor.
Pada masyarakat internasional, pola hidup dan budaya kerja masyarakat lebih dinamis dan bersifat individual. Orang lebih mengutamakan prestasi kerja. Kantor hanya memiliki pegawai terbatas, yang mampu melaksanakan berbagai tugas dengan didukung oleh peralatan dan data melalui teknologi informasi. Tidak heran jika layanan perkantoran berlangsung cepat, efektif, dan efisien.

Masalah pada Kontak Budaya:  Perbedaan budaya kerja tersebut dapat menimbulkan berbagai masalah tatkala terjadi kontak budaya, terutama bagi penutur asing yang baru pertama kali memasuki lingkungan budaya kerja dalam budaya lokal tersebut. Masalah yang dihadapi adalah seperti berikut ini:
1. Urusan tidak dapat segera diselesaikan, dan belum tentu bertemu dengan petugasnya.
2.  Petugas yang dicari tidak selalu berada di tempat.
3. Orang perlu sabar menunggu tanpa ada kepastian yang jelas kapan urusannya dapat diselesaikan.
Sumber : http//xa.yimg.com

Budaya Kerja dalam Perusahaan
BUDAYA PERUSAHAAN
Sebagaimana teman-teman ketahui bahwa belakangan ini perusahaan kita sedang giat-giatnya membentuk atau mencanangkan Budaya Perusahaan yang akan diterapkan dalam lingkungan perusahaan kita. Kami Pengurus SP KMO-HLP mencoba memberikan sedikit pencerahan apa, bagaimana dan apa pentingnya serta proses penentuan Budaya Perusahaan bagi perusahaan tercinta kita.
Agar setiap insan PT. Gapura Angkasa memiliki pedoman dan pegangan yang sama dalam bertindak & berperilaku, selain dibutuhkan pedoman tata kelola perusahaan (Code of Corporate Governance), juga diperlukan pedoman perilaku perusahaan (Code of Conduct) yang berlaku secara umum dan harus ditaati & dipatuhi.
Pedoman perilaku tersebut dimaksudkan sebagai panduan bagi setiap insan PT.Gapura Angkasa yang diharapkan dapat memberikan kejelasan tindakan yang harus dilakukan dan ditaati sesuai dengan nilai-nilai korporasi yang telah dibangun.
Sebenarnya Manajemen kita telah menetapkan nilai-nilai Budaya kerja sebagai pedoman berperilaku dan berpikir serta bersikap dan bertindak, yang tediri dari :

-          safety & Security
-          Customer Focus
-          Do with Integrity
-          High Productivity
-          Leading by Inovation

Meskipun ke lima nilai-nilai Budaya Kerja tersebut telah ditetapkan berlaku secara umum, namun implementasinya belum dapat berjalan karena kurang sesuai dengan tuntutan bisnis PT.Gapura Angkasa.
Kondisi seperti itu yang menyebabkan manajemen memandang perlu untuk segera melakukan pendalaman dan perumusan kembali terhadap nilai-nilai inti yang telah dimiliki, disamping melakukan pendalaman dan kajian tentang kemungkinan diperlukannya nilai-nilai inti yang baru, sesuai dengan tuntutan perkembangan dan perubahan yang terjadi

Adapun yang melatar belakang  pencanangan Budaya Kerja Perusahaan yang baru adalah :
•    RJPP (Rencana Jangka Panjang Perusahaan)  telah menetapkan visi dan misi perusahaan yang baru sehingga perlu didukung dengan implementasi serta internalisasi budaya kerja yang tepat.
• Kebutuhan akan transformasi paradigma lama menuju paradigma baru terutama yang berkaitan dengan aspek budaya kerja.


Setelah melakukan Riset Pendalaman Nilai Inti dan Perilaku Kunci dari Nilai-Nilai yang telah ditetapkan,  dengan melalui proses yang terdiri dari :

A.    FGD (Focus Group Discussion) Pendalaman nilai Budaya Kerja
Dalam tahap ini disusun kelompok Focus Group Discussion yang terdiri dari 6 responden dan maksimal 10 dalam tiap group, kelompok FGD ini berasal dari kelompok level management yang sama, yang dinilai mewakili pegawai di level top management, midle management & fungsional, dalam hal ini FGD diwakili dari Cab. CGK, CGO, Cab HLP dan KP.  Adapun maksud FGD ini adalah untuk pengumpulan data, guna menjaring pendapat dan usulan dari seluruh responden para peserta FGD berkaitan dengan nilai-nilai Budaya kerja PT.Gapura Angkasa.

B.    Perumusan nilai Budaya Kerja
Hasil dari tahap pertama yang berupa usulan nilai-nilai Budaya kerja PT.Gapura Angkasa dari setiap kelompok pegawai/management dibawa kedalam forum diskusi tim counterpart, dan selanjutnya melakukan diskusi untuk membandingkan pendapat-pendapat yang ada dengan melihat berbagai alternatif dan tingkat kepentingan serta tantangan dimasa yang akan datang. Dari kegiatan tahap kedua ini diperoleh konfigurasi 5 Nilai Budaya Kerja  yang dianggap relevan bagi kondisi perusahaan kita. Tiga diantaranya masih sama dengan nilai sebelumnya, sementara dua lainnya merupakan nilai yang baru.
Adapun usulan Nilai Budaya Kerja yang di syahkan penetapan oleh Direksi  adalah:

Nilai-Nilai Budaya ini tidak ada prioritas paling utama, semua menjadi prioritas yang harus dipatuhi dalam bersikap dan bertingkah laku oleh management ataupun karyawan.

Untuk mempermudah dalam pemahaman ke 5 Budaya Kerja tersebut, maka setiap budaya kerja dibuat definisi Operasional

Utamakan Keselamatan dan Keamanan
Definisi Operasional : menyadari & memahami bahwa bekerja didalam industri penerbangan sarat dengan peraturan/regulasi, standard keselamatan dan keamanan yang tinggi (highly regulated industry) sehingga didalam memberikan pelayanan terhadap pelanggan kami mengedepankan faktor keselamatan dan keamanan dengan tetap memperhatikan etika dan kepentingan ekonomi perusahaan.

Fokus pada Pelanggan
Definisi Operasional : mengutamakan kepentingan pelanggan yang akan menikmati setiap upaya kerja yang dihasilkan dengan dilandasi sikap saling menghargai delam hubungan sebagai mitra bisnis.

Integritas
Definisi Operasional : Senantiasa berpedoman kepada Ketuhanan yang Maha Esa dengan menerapkan nilai-nilai kejujuran, disiplin, kehrmatan, tanggung jawab, keteladanan, menyatukan pikiran, kata dan perbuatan, berani mengambil resiko selaku profesional dengan mengikuti kode etik dan norma-norma yang berlaku dalam menjalankan  organisasi sehingga tercapai tata kelola perusahaan yang baik dan benar.

Peduli pada SDM
Definisi Operasional : Menghargai SDM sebagai modal manusia (Human Capital) perusahaan dengan membangun SDM yang berkualitaas, kesejahteraan dan bermartabat.

Kinerja Optimal
Definisi Operasional : Bekerja secara profesional dengan mengutamakan efektifitas dan efisiensi dalam kesatuan tim kerja perusahaan yang solid dan senantiasa melakukan perbaikan secara berkelanjutan.

Dan program selanjutnya yang akan dilakukan agar Budaya Kerja ini dapat terimplemetasi dengan baik adalah :
  • Persiapan Implementasi Nilai-nilai Budaya  Perusahaan Melalui Pembentukan Change Agents oleh Konsultan & Tim Counterpart.
  • Membentuk dan Menyiapkan Pembina Utama dan Mitra Pengubah.
  • Pembuatan Reminder Tools.
  • Internalisasi dan Penguatan Nilai-nilai Inti Budaya Kerja Kepada Sel-sel Pengubah.
  • Sosialisasi Nilai-nilai Inti Budaya Kerja Kepada Seluruh Pegawai Gapura Angkasa
Nilai-nilai Budaya Kerja yang telah ditetapkan, sesungguhnya merupakan cerminan atas konsepsi nilai, keyakinan & juga pedoman perilaku nilai yang telah diidentifikasi, ditunjukan dan diusulkan oleh seluruh jajaran organisasi.
Rumusan Nilai-Nilai Budaya Kerja dalam kalimat pendek dan sederhana dalam Bahasa Indonesia diyakini dan diharapakan sangat membantu memudahkan pemahaman dan implementasinya oleh  semua karyawan.
Sumber : http://sp-kmohlp.blogspot.com/2011/12/budaya-perusahaan.html








Minggu, 28 Oktober 2012

Perkembangan Franchising di Indonesia

Perkembangan Franchising di Indonesia
Waralaba adalah hak-hak untuk menjual suatu produk atau jasa maupun layanan. Sedangkan menurut versi pemerintah Indonesia, yang dimaksud dengan waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak memanfaatkan dan atau menggunakan hak dari kekayaan intelektual (HAKI) atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa
Sedangkan menurut Asosiasi Franchise Indonesia, yang dimaksud dengan Waralaba adalah "Suatu sistem pendistribusian barang  atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu."

Kiat-kiat Memilih Usaha dengan cara Waralaba
Agar kita tidak salah dalam memilih dan mengelola bisnis waralaba, ada beberapa tips yang bisa dijadikan rujukan dalam memilih bisnis waralabayang ditawarkan, berikut tipsnya :
Pilihlah produk yang akan dijual, pemilihan produk harus disesuaikan dengan lokasi tempat kita akan menjual produk waralaba kita.  Meski sistem waralaba yang kita beli memiliki track record yang baik tetapi jika ditempatkan pada lokasi yang salah tidak akan mendatangkan keuntungan.
- Jika produk sudah dipilih, langkah selanjutnya adalah menentukan perusahaan waralaba tempat kita akan bermitra. Dengan banyaknya perusahaan yang menawarkan kemitraan waralaba, membuat kita harus lebih selektif. Lakukan survey ke lima sampai 10 outlet masing-masing mitra dari perusahaan tersebut. Pastikan dari seluruh outletyang disurvey tersebut memilki omzet bagus secara merata.
Pelajari estimasi keuangan yang disodorkan pada penawaran secara jeli. Jangan terlalu percaya pada estimasi yang berlebihan. Pilih saja yang menawarkan estimasi secara wajar dan rasional.
Pastikan nama waralaba yang ditawarkan tidak dalam sengketa atau bermasalah dengan pihak lain. Jika perlu brand dari waralaba yang dipilih sudah memiliki hak paten.
Kenali kredibilitas dari pemilik brand waralaba tersebut dengan cara bertanya pada beberapa orang/sumber yang cukup mengenalnya.
Dengan mempertimbangkan beberapa tips memilih sebuah sistem waralaba tersebut sudah cukup untuk mengurangi resiko kegagalan bisnis waralaba yang kita beli. Selain itu kita akan terhindar dari bisnis waralaba yang hanya menjanjikan “mimpi” keuntungan tetapi tidak berdasar fakta dan data yang akurat. Selamat Menjalankan Usaha.

Waralaba di Indonesia
Di Indonesia sistem waralaba mulai dikenal pada tahun 1950-an, yaitu dengan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi. Perkembangan kedua dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya sistem pembelian lisensi plus, yaitu franchisee tidak sekedar menjadi penyalur, namun juga memiliki hak untuk memproduksi produknya . Agar waralaba dapat berkembang dengan pesat, maka persyaratan utama yang harus dimiliki satu teritori adalah kepastian hukum yang mengikat baik bagi franchisor maupun franchisee. Karenanya, kita dapat melihat bahwa di negara yang memiliki kepastian hukum yang jelas, waralaba berkembang pesat, misalnya di AS dan Jepang Tonggak kepastian hukum akan format waralaba di Indonesia dimulai pada tanggal 18 Juni1997, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah(PP) RI No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba. PP No. 16 tahun 1997 tentang waralaba ini telah dicabut dan diganti dengan PP no 42 tahun 2007 tentang Waralaba. Selanjutnya ketentuan-ketentuan lain yang mendukung kepastian hukum dalam format bisnis waralaba adalah sebagai berikut :
·         Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba.
·         Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba
·         Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.
·         Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
·         Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
Banyak orang masih skeptis dengan kepastian hukum terutama dalam bidang waralaba di Indonesia. Namun saat ini kepastian hukum untuk berusaha dengan format bisnis waralaba jauh lebih baik dari sebelum tahun 1997. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya payung hukum yang dapat melindungi bisnis waralaba tersebut. Perkembangan waralaba di Indonesia, khususnya di bidang rumah makan siap saji sangat pesat. Hal ini ini dimungkinkan karena para pengusaha kita yang berkedudukan sebagai penerima waralaba (franchisee) diwajibkan mengembangkan bisnisnya melalui master franchise yang diterimanya dengan cara mencari atau menunjuk penerima waralaba lanjutan. Dengan mempergunakan Sistem Pemerintah atau sistem sel, suatu jaringan format bisnis waralaba akan terus berekspansi. 
Ada beberapa asosiasi waralaba di Indonesia antara lain APWINDO (Asosiasi Pengusaha Waralaba Indonesia), WALI (Waralaba & License Indonesia), AFI (Asosiasi Franchise Indonesia). Ada beberapa konsultan waralaba di Indonesia antara lain IFBM, The Bridge, Hans Consulting, FT Consulting, Ben WarG Consulting, JSI dan lain-lain. Ada beberapa pameran Waralaba di Indonesia yang secara berkala mengadakan roadshow diberbagai daerah dan jangkauannya nasional antara lain International Franchise and Business Concept Expo (Dyandra),Franchise License Expo Indonesia ( Panorama convex), Info Franchise Expo ( Neo dan Majalah Franchise Indonesia).

Jenis-Jenis Usaha yang berpotensial Waralaba
Berdasarkan kriteria yang digunakan, kita bisa membedakan jenis franchise. Secara umum, kita bisa membedakan franchise industrial dan franchise komersial:

1. Franchise industrial
Adalah suatu bentuk kerjasama wirausaha antar pengusaha(manufacturer). Franchisor adalah pemilik sistem manufacture dan/atau brevet eksklusif. Di sini, franchisor memberikan pengusaha (manufacturer) lainnya hak mengeksploitasi sistem manufacture dan/atau brefet eksklusif dan mengoperasikannya di wilayah yang terbatas. Karena dengan semua sarana yang dimiliki akan memungkinkan franchisee melakukan bisnis usaha yang sama dengan franchisor, yaitu dengan mengkopi formula dan metodologi yang ditransferkan. Oleh karena itu, franchisor tidak menyerahkan kepada franchisee integralitas dari prosedur produksi melainkan  hanya sebagian.

2. Franchise komersial, terdiri dari:
Franchise distribusi produk: adalah franchise yang bertujuan mengkomersialisasi satu atau beberapa produk, yang biasanya diproduksi oleh franchisor atau didistribusikan oleh franchisor secara eksklusif
Franchise distribusi jasa: obyek perusahaan terdiri dari satu atau kesatuan dari jasa, yang dikomersialisasikan oleh franchisee, berdasarkan metodologi yang dia terima dari franchisor. Jenis franchise ini membutuhkan kontrol yang cukup ketat dari franchisor supaya kualitas servis yang memuaskan tercapai.

Dari beberapa sektor bisnis waralaba yang sudah ada, masing-masing memiliki peluang dan potensi keuntungan yang berbeda-beda. Mungkin beberapa data berikut bisa menjadi pertimbangan anda sebelum menentukan akan berinvestasi waralaba di sektor mana, berikut jenis sektor usaha di bidang waralaba yang bisa dijajaki:

Jenis Usaha Waralaba Sektor Makanan
Pada tahun 2009, sektor makanan menjadi penyumbang terbesar dalam perputaran omzet bisnis waralaba di Indonesia. Menurut Dewan Pengarah WALI (Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia) , Amir Karamoy sektor ini masih akan menjadi primadona di tahun mendatang. Pasalnya, kebutuhan akan makanan dan minuman menjadi harga mati setiap orang. Ia menyarankan, masyarakat yang tertarik terjun ke bisnis makanan dan minuman bisa mencoba peluang di usaha es krim, yoghurt, fast-food, atau makanan kecil seperti donat.

Jenis Usaha Waralaba Sektor Ritel
Peminat sektor ritel terbilang paling tinggi tahun ini. Kontribusinya dalam perputaran bisnis waralaba menduduki peringkat kedua. Dewan Pengarah WALI Amir Karamoy masih melihat, tawaran waralaba atau kemitraan minimarket masih prospektif tahun depan. Kebutuhan masyarakat akan barang sehari hari turut menunjang perkembangan minimarket. Jangan heran, hampir di setiap lokasi perumahan selalu bisa kita jumpai minimarket. Tak jarang, letaknya saling berhimpitan.

Jenis Usaha Waralaba Sektor Jasa
Sepintas, sektor jasa terlihat sepele. Namun, justru karena sederhana, sektor ini bisa menjadi peluang yang sangat menarik di tahun 2010. Peluang usaha yang menarik di sektor ini misalnya bisnis jasa pencucian mobil dan motor, termasuk di antaranya jasa cuci helm. Banyak pihak meyakini, pemulihan ekonomi Indonesia akan mendongkrak pertumbuhan otomotif di Indonesia tahun depan. Ini menjadi berita baik bagi mereka yang ingin berusaha di sektor jasa otomotif.



Jenis Usaha Waralaba Sektor Farmasi
Salah satu subsektor bisnis ritel ini bakal menarik tahun depan. Terutama, bisnis apotek. Apalagi, pemerintah sudah menghapus ketentuan mengenai jarak antar apotek yang minimal 500 meter. Merujuk pengalaman pemilik jaringan waralaba apotek K-24 Gideon Hartono, omzet setiap gerai waralabanya bisa bertumbuh antara 15% hingga 60% dari tahun ke tahun. Ketergantungan masyarakat yang begitu tinggi terhadap obat-obatan dan vitamin menjadi penyebab utamanya.